Langsung ke konten utama
AKAD MUSYARAKAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Sebagai ilustrasi, bapak A sebagai pemilik usaha dagang “Logam Indah” dan seorang ahli di bidang pengecoran logam, memiliki dana yang terbatas untuk memenuhi permintaan/pesanan pelanggan. Untuk itu Bapak A dating ke Bapak C seorang tetangga dan pemilik “CV Maju Bersama” yang setuju untuk menanamkan dananya untuk berusaha bersama dengan Bapak A. Bapak C meminta bagi hasil dari kegiatan yang didanai oleh dana miliknya sebesar 10% dari penghasilan, Bapak C memiliki banyak pernyataan. Apakah pemberian dana tersebut sesuai dengan syariah? Apakah bagi hasil dengan cara itu dibolehkan menurut syariah? Bagaimana pelaporan “UD Logam Indah” tersebut pada akhir tahun mengingat “UD Logam Indah” harus membuat laporan kepada dinas perdagangan kabupaten sebagai pembina?
Dalam makalah ini akan dibahas akad investasi secara musyarakah. Akad musyarakah adalah akad kerjasama yang didasarkan atas bagi hasil. Berbeda dengan akad mudharabah di mana pemilik dana menyerahkan modal sebesar 100% dan pengelola dana berkontribusi baik dalam kerja, dalam akad musyarakah, para mitra berkontribusi dalam modal maupun kerja. Keuntungan dari usaha syariah akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati para mitra ketika akad, sedangkan kerugian akan ditanggung para mitra sesuai dengan proporsi modal. Para mitra melakukan akad musyarakah dilandasi dengan keinginan kuat untuk meningkatkan harta kekayaan yang dimilikinya melalui kerjasama di antara mereka.
Tujuan Pembahasan :
1.      Agar Mahasiwa/I Mampu Memahami Pengertian Akad Musyarakah.
2.      Mengetahui Jenis Akad Musyarakah.
3.      Mengetahui Dasar Syariah Dalam Akad Musyarakah.
4.      Mengetahui Bagaimana Penetaan Akad Nisbah Dalam Musyarakah.
5.      Mengetahui Bagaimana Perlakuan Akuntansi (PSAK 106).


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Akad Musyarakah
Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputi Secretary General In The Muslim Scholl Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.
PSAK No. 106 mendefenisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas, atau asset non kas.
Musyarakah merupakan akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa izin mitra lainnya.
Apabila usaha tersebut untung, maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati (baik presentase maupun priodenya harus secra tegas dan jelas ditentukan di dalam perjanjian), sedangkan bila rugi akan didistribusikan kepada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra. Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama menanggung (berbagi) risiko.
Pada dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Namun demikian, untuk mencegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang disengaja atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga. Tetntu saja jaminan ini baru dapat dicairkan apabila terbukti ia melakukan penyimpangan. PSAK No. 106 par 7 memberikan beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu : (a) pelanggaran terhadap akad. Antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, atau (b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
2.      Jenis Akad Musyarakah
A.    Berdasarkan Ulama Fikih
a)      Syirkah Al Milk
Mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (asset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan auatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama.
Skema Mudharabah
Text Box: Mitra 2Text Box: Mitra 1Text Box: Akad Musyarakah                                                            (1)                                      (1)
Oval: Proyek Usaha
 



                                                             (2)                                         (2)
Text Box: Hasil usaha :
Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah,
Apabila rugi, akan ditanggung sesuai proporsi modal
                                                                                          (3)
                       (4)                                                                                                                   (4)
           

Keterangan :
(1)   Mitra 1 dan Mitra 2 menyepakati akad musyarakah
(2)   Proyek usaha sesuai akad musyarakah dikelola bersama
(3)   Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi
(4)   Jika untung, dibagi sesuai nisbah.
Jika rugi, dibagi sesuai proporsi modal.
Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya.
Untuk tetap menjaga kelangsungan kerjasama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata lain, seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan.
Syirkah Al Milk kadang bersifat ikhtiariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah (jabari/tidak suka rela/involuntary). Misalnya harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memustukan untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiari (sukarela/voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya,rumah) yang dibeli secara bersama.
Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus memiliknya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau terpaksa). Misalnya, syirkah diantara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
b)      Syirkah Al ‘uqud (kontrak)
Yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu kerjasama investasi dan berbagi untung dan risiko. Berbeda dengan syirkah al milk, dalam kerjasama jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah Al ‘uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

·         Syirkah Adban (syirkah fisik)
Disebut juga syirkah a’mal (syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah bentuk  kerjasama antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/professional dimana mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
Para mitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa menyetorkan modal. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka. Contoh : kerjasama antara para akuntan, dokter, ahli hokum, tukang jahit, tukang bangunan dan lainnya.
Dalam syirkah abdan, jenis keahlian yang dimiliki para mitra dapat sama atau berbeda, demikian juga dengan waktu yang dicurahkan atau lokasi kerja pun dapat sama atau berbeda. Para mitra bebas menentukan siapa yang menjadi pemimpin dan pelaksana. Dalam setiap pekerjaan yang disepakati oleh salah seorang mitra mengikat mitra lainnya.
·         Syirkah wujuh
Adalah kerjasama antara dua pihak dimana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi,credit worthiness, tanpa menyetorkan modal. Contohnya : dua orang atau lebih membeli sesuatu barang tanpa modal atau dengan kredit, yang ada hanyalah nama baik mereka dan kepercayaan pedagang terhadap mereka, dan keuntungan yang diperoleh adalah untuk mereka. Setiap mitra menjadi penanggung dan agen mitra bagi mitra lainnya, dengan kata lain pembelian barang tersebut ditanggung bersama. Keuntungan dibagi kepada para mitra berdasarkan kesepakatan bersama.
·         Syirkah ‘Inan (negosiasi)
Adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Tanggung jawab mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi bkan merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya.  Namun demikian, kewajiban terhadap pihak ketiga adalah sendiri-sendiri, tidak ditanggung secara bersama-sama.
Setiap mitra bertindak sebagai agen untuk kepentingan pihak lain dan terbatas hanya pada hubungan diantara para mitra. Dalam arti, hanya mitra yang melakukan transaksi yang bersangkutan saja yang dapat mengajukan gugatan kepada pihak lain yang telah melakukan hubungan perjanjian dengannya, dan pihak ketiga tersebut hanya dapat melakukan tindakan hokum terdahap mitra yang melakukan hubungan perjanjian dengannya saja, hal ini disebabkan karena dalam kemitraan ‘inan, di antara para mitra hanya saling memberikan kuasa, tetapi tidak saling memberikan penjaminan. Sebagai konsekuensinya, seorang mitra tidak bertanggungjawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya.  Utang yang diperoleh oleh seorang mitra atau yang diberikan oleh seorang mitra tidak dapat ditagih kepada atau dituntut oleh para mitra yang lain.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
·         Syirkah Mufawwadhah
Adalah betuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Masing-masing mitra memiliki kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan-tindakan hokum dan komitmen-komitmen dari para mitra lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan ini.
Dengan demikian, tuntuta pihak ketiga dapat diajukan kepada setiap mitra dan secara bersama-sama bertanggung jawab atas liabilitas (liabilities) kemitraan tersebut sepanjang liabilitas (liabilities) yang ada memang timbul dari operasi bisnis syirkah tersebut. Sebaliknya setiap mitra dapat mengajukan tuntutan terhadap pihak ketiga tanpa perlu memperhatikan apakah mitra yang bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang menimbulkan tuntutan itu. Bentuk syirkah ini mirip seperti firma, namun dalam firma jumlah modal yang diseorkan tidak harus sama.
Terlepas dari jenisnya, akad kerjasama dibolehkan secara syariah asalkan memenuhi syarat dan ketentuan syariahnya.
B.     Berdasarkan Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK)
a)      Musyarakah Permanen
Adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No. 106 par. 04). Contohnya, antara mitra A dengan mitra P yang melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing-masing Rp 20.000.000,- maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing-masing tetap Rp 20.000.000,-
b)      Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut (PSAK No. 106 par 04). Contohnya, antara mitra A dan mitra P melakukan akad musyarakah, mitra P menanmkan Rp 10.000.000,- dan mitra A menanamkan Rp 20.000.000,-. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P Rp 10.000.000,- tersebut akan beralih kepada mitra A melalui pengalihan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.

3.      Dasar Syariah
A.    Sumber Hukum Akad Musyarakah
1)      Al-Quran
“Makan mereka berserikat pada sepertiga.” (QS 4:12)
“Dan sesunggunya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (QS 38:24)

2)      As-Sunnah
Hadis Qudsi : “aku (Allah) adalah pihak ketiga dari orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)
“Pertolongan Allah tercurah atas dua pihak yang berserikat, sepanjang keduanya tidak saling berkhianat.” (HR Muslim)
Berdasarkan keterangan Al-Quran dan Hadis tersebut, pada prinsipnya seluruh ahli fikih sepakat menetapkan bahwa hokum musyarakah adalah mubah, meskipun mereka saling memperselisihkan keabsahan hukum dari beberapa jenis akad musyarakah.
B.     Rukun dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah
Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait untuk mencapai keuntungan bersama. Unsur-unsur yang harus ada dalam akad musyarakah atau rukun musyarakah ada empat, yaitu:
1)      Pelaku terdiri atas mitra para mitra
2)      Objek musyarakah berupa modal dan kerja
3)      Ijab Kabul/serah terima
4)      Nisbah keuntungan
Ketentuan syariah :
1)      Pelaku : para mitra harus cakap mukum dan baligh
2)      Objek musyarakah : merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja.
a.       Modal
(1)   Modal yang diberikan harus tunai
(2)   Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, asset perdagangan, atau asset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
(3)   Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
(4)   Modal yang harus disediakan para mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan pemisahan modal dari masing-masing pihak untuk kepentingan khusus. Misalnya, yang satu khusus membiayai pembelian bangunan, dan yang lain untuk membiayai pembelian perlengkapan kantor.
(5)   Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola asset kemitraan.
(6)   Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau menghadiahkan uang tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya.
(7)   Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal itu untuk kepentingannya sendiri.
(8)   Pada prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh ada penjaminan modal, seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra lainnya, karena musyarakah didasarkan prinsip al ghunmu bi al ghurmi-hak untuk mendapat keuntungan berhubungan dengan risiko yang diterima. Namun demikian seorang mitra dapat meminta mitra lain menyediakan jaminan dan baru dapat dicairkan apabila mitra tersebut melakukan kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
(9)   Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dialarang oleh syariah.
b.      Kerja
(1)   Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
(2)   Tidak dibenarkan bila salah seorang diantara mitra menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut.
(3)   Meskipun porsi kerja antara mitra satu dengan mitra lainnya tidak harus sama. Mitra yang porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan yang lebih besar.
(4)   Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
(5)   Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariahnya.
(6)   Seorang mitra yang melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia sepakati, berhak mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut. Jika ia sendiri yang melakukan pekerjaan itu, ia berhak menerima upah yang sama dengan yang dibayar untuk pekerjaan itu ditempat lain, karena biaya pekerjaan tersebut merupakan tanggungan musyarakah.
(7)   Jika seorang mitra mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya, biaya yang timbul harus ditanggungnya sendiri.
c.       Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.


d.      Nisbah
(1)   Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan diantara para mitra dapat dihilangkan.
(2)   Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
(3)   Keuntungan harus dapat di kuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba.
(4)   Keuntungan yang dibagikan tidak boleh memnggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
(5)   Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama risiko (al ahunmu bi al ghurmi).
(6)   Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi kemanusiaan tertentu atau untuk cadangan (reserve).
Apabila terjadi kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari masing-masing mitra. Dalam musyarakah yang berkelanjutan (going concern) dibolehkan untuk menunda alokasi kerugian dan dikompensasikan dengan keuntungan pada mas-masa berikutnya. Sehingga nilai modal musyarakah adalah tetap sebesar jumlah yang disetorkan dan selisih dari modal adalah merupakan keuntungan atau kerugian.
C.    Berakhirnya Akad Musyarakah
Akad musyarakah akan berakhir jika :
1)      Salah seorang mitra menghentikan akad.
2)      Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal.
Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila telah disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.
3)      Modal musyarakah hilang/habis.
Apabila salah satu mitra keluar dari kemitraan baik dengan mengundurkan diri, meninggal atau hilang akal maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena musyarakah berawal dari kesepakatan untuk bekerja sama dan dalam kegiatan operasional setiap mitra mewakili mitra lainnya. Dengan salah seorang mitra tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.

4.      Penetapan Nisbah Dalam Akad Musyarakah
Nisbah dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut :
1)      Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama atau pun tidak sama. Apabila salah satu pihak menyetorkan modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi laba yang lebih besar.
Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi diantara kita”, berarti keuntungan akan dialokasikan menurut porsi modal masing-masing mitra.
2)      Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya modal yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu kerja yang lebih panjang.
Ibnu Qudamah mengatakan : “Pilihan dalam keuntungan dibolehkan dengan adanya kerja, karena seorang dari mereka mungkin lebih ahli dalam bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih kuat ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya ia diizinkan untuk menuntut lebih bagian keuntungannya”. 
Mazhab Hanafi dan Hambali berargumentasi bahwa keuntungan adalah bukan hanya hasil modal,melainkan hasil interaksi antara modal dan kerja. Bila salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli dan teliti dari lainnya, dibolehkan baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya sendiri suatu bagian tambahan dari keuntungan sebagai ganti dari sumbangan kerja yang lebih banyak. Mereka merujuk pada perkataan Ali bin Abi Thalib r.a : “keuntungan harus sesuai dengan yang mereka tentukan, sedangkan kerugian harus proporsional dengan modal mereka”.
Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mita 50:50 atau berbeda 70:30 (misalnya) atau proporsional dengan modal masing-masing mitra. Begitu para mitra sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar inilah yang digunakan untuk pembagian keuntungan.

5.      Perlakuan Akuntansi (PSAK 106)
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk puhak lain untuk ikut mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
Pada hakikatnya pencatatan atas semua transaksi usaha musyarakah harus dipisahkan dengan pencatatan lainnya. Untuk memudahkan ilustrasi, kami akan mencatat transaksi usaha musyarakah seolah-olah ditunjuk pihak lain untuk melakukan pencatatan akuntansi, walaupun pencatatannya masih dibawah tanggug jawab mitra aktif.

A.    Akuntansi Untuk Mitra Aktif dan Miftra Pasif
Akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif dianggap sama, karena dalam ilustrasi ini pencacatan akuntansi untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk agar lebih mudah diilustrasikan. Oleh karena pada hakikatnya jurnal yang dibuat oleh pihak ketiga atau mitra aktif adalah sama. Perbedaannya jika pencatatan dilakukan oleh mitra aktif (pembukuannya tidak dipisahkan), maka ia harus membuat akun buku besar pembantu untuk memisahkan pencatatan dari tansaksi musyarakah dengan transaksi lainnya. Sementara apabila ada perbedaan perlakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif menurut PSAK, pemakalah akan menjelaskan lebih lanjut.

B.     Akutansi Untuk Pengelola Dana
Akuntansi untuk pengelola musyarakah dilakukan oleh mitra aktif atau pihak yang mewakilinya. Dalam ilutrasi ini pencatatan akuntansi untuk musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga terpisah dari pencatatan akuntansi mitra aktif.
Secara umum akad musyarakah akan lebih mudah dan lebih jelas apabila modal yang diserahkan dalam bentuk kas. Karena dalam bentuk asset nonkas akan muncul masalah, antara lain :
(1)   Penentuan nilai wajar dari asset nonkas yang diserahkan.
(2)   Jika asset nonkas yang diserahkan dan di akhir akad dikembalikan pada mitra yang menyerahkan maka agar adil keuntungan atau kerugian dari selisih nilai wajar ketika diserahkan dan nilai wajar di akhir akad harus didistribusikan pada para mitra.
(3)   Jika asset nonkas yang diserahkan dan di akhir akad tidak dikembalikan pada mitra yang menyerahkan, biaya depresiasi yang mencatat usaha musyarakah, sementara perhitungan bagi hasil mengacu pada dasar kas.



























BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Investasi musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu dengan tujuan mencari keuntungan di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dan kerja. Hal ini yang membedakan antara musyarakah dengan mudharabah,di mana dalam mudharabah hanya salah satu pihak saja sebagai penyandang dana.
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan ia menjadi wakil mitra lain yaitu sebagai agen bagi usaha kemitraan. Oleh karena itu,seorang mitra dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal. Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan di bagikan kepada mitra sesuai dengan nisbah yang di sepakati( baik berdasarkan modal maupun cara lain yang di sepakati), sedangkan bila rugi akan didistribusikan pada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra.
Ada beberapa jenis musyarakah yaitu musyarakah permanen di mana bagian dana setiap mitra jumlah nya selalu tetap hingga akhir masa akad dan musyarakah menurun di mana bagian dana salah satu mitra akan berkurang secara bertahap karena diambil alih oleh mitra lainnya. Sedangkan dari sisi tujuan/formnalisasi akad,ada yang dilakukan secara formal perjanjiannya(syirkah al ‘uqud) dan tidak secara formal bentuk perjanjiannya(syirkah al milk). Namun dari semua jenis musyarakah tersebut,tercermin karakteristik dari definisi musyarakah.
Musyarakah adalah transaksi halal, karena di sandarkan atas sumber hokum yang kuat dan baik Al-quran maupun As-sunah,sepajang seluruh rukun dan ketentuan syariahnya terpenuhi. Untuk pencatatan akuntansi musyarakah telah di atur pada PSAK No. 106. Tanggung jawab pencatatan berada di pahak mitra aktif sebagai pengelola, namun mitra aktif dapat melakukan sendiri,maka mitra aktif harus melakkukan secara terpisah dengan catatan lainnya, minimal ada buku besar pembantu yang berfungsi untuk melakukan pencatatan terpisah untuk transaksi musyarakah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri – Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta Selatan : Salemba Empat



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan dan Pengembangan Karir BAB I PENDAHULUAN A . Latar Belakang Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi, termasuk perusahaan adalah karena di sana ada kesempatan untuk maju. Sudah menjadi sifat dasar dari manusia pada umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang dipunyai saat ini, karena itulah mereka menginginkan suatu kemajuan dalam hidupnya. Kesempatan untuk maju yang termasuk ke dalam program pengembangan dapat di wujudkan jika mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan dan pendidikan. Program pelatihan dan pendidikan yang mana yang diikuti perlu direncanakan dengan baik, agar pada gilirannya mereka mempunyai kesempatan untuk dipromosikan dipindahkan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. B . Rumusan Masalah 1.       Pengertian Perencanna Karir? 2.       Apa itu Perencanaan Karir? 3.       Langkah-Langkah Perencanna Karir 4.       Ma
PER S E P S I N A S ABAH TERHA D AP A P L I K A S I D A NA QAR D HUL HA S AN DI B P RS P U D U A R TA I NS A N I TE M BU NG Muhammad Abrar Kasmin Hutagalung muhammadabrarkasminhutagalung@gmail.com Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Potensi Utama Jl. K.L Yos Sudarso Km. 6.5 No. 3-A Tanjung Mulia Medan Telp : (061) 6640525 Salah satu bank penyedia fasilitas pembiayaan qardhul hasan adalah BPRS Puduarta Insani. BPRS ini tepatnya berada di Jalan Pekan Raya No. 13 A Tembung. Pemilihan BPRS Puduarta Insani sebagai objek penelitian dengan pertimbangan BPRS ini merupakan salah satu lembaga keuangan bank yang diharapkan akan mampu menjangkau lapisan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah yang dalam operasinya juga melakukan pembiayaan pada sektor usaha kecil dengan harapan para pengusaha kecil mampu mengembangkan usahanya melalui pembiayaan Qardhul Hasan yang telah disalurkan. Adapun jumlah nasabah pembiayaan qardhul hasan sebanyak 30 orang dengan sosia